Oleh Tala Ardiansyah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pembelajaran
sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan
dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian
tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok,
siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena miniature dari hidup bermasyarakat,
dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi
kegiatan pembelajaran untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 –
5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan
fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi.
Permasalah
terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka
belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana
pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah
informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa
membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep
akademis (seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena
metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas
pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari
saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat
mereka bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini.
Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalam pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL).
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
dari latar belakang tersebut diatas, maka penulis merumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian
pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik dan model pembelajaran?
2. Bagaimana
metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)?
C.
TUJUAN
Dari
rumusan tersebut, maka penulis dapat menentukan tujuan dari pembuatan makalah
ini. Adapun tujuannya adalah:
1. Dapat
mengetahui pengertian pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik dan model
pembelajaran
2. Dapat
memahami metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
BAB II
PEMBAHASAN
METODE PEMBELAJARAN CTL
A.
PENGERTIAN
PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, TAKTIK DAN MODEL PEMBELAJARAN
1.
Pendekatan Pembelajaran
Ini dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat
dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi
atau berpusat pada siswa (student
centered approach),(2) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang
telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin
Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap
usaha, yaitu:
Keempat unsur tersebut adalah:1.Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan
pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta
didik. 2.Mempertimbangkan dan memilih sistem
pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3.Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah
atau prosedur, metode danteknik pembelajaran. 4.Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau
kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
2.
Strategi Pembelajaran
Dilihat dari
strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
(1)exposition-discovery learning dan (2)group-individual learning (Rowntree
dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya,strategi pembelajaran dapat dibedakan antara
strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual
dan untuk mengimplementasikannyadigunakan
berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a
plan of operation achieving something ” sedangkan metode adalah “a way in
achieving something ” (Wina Senjaya (2008).
3.
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa
metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan
strategi pembelajaran,diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi;
(4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)
brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya
pembelajaran.Dengan demikian,
4.
Teknik pembelajaran
Ini dapat
diatikan sebagai cara yang dilakukanseseorang
dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang
relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis
akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan
penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong
aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun
dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang
sama.
5.
Taktik Pembelajaran
Teknik
pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik
pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orangsama-sama menggunakan metode
ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu
cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense
of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat
bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya
pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru,
sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan
tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan.
6.
Model Pembelajaran
Jadi, model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode,
dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan
Marsha Weil (Dedi Supriawan danA. Benyamin
Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran,yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model
pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model
modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model
pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Di luar
istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilahdesain pembelajaran. Jika
strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur.umum
aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada
cara-cara merencanakan suatu sistem
lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan
dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe
atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo,rumah gadang, rumah modern,
dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesandan pesan yang berbeda dan
unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah
yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria
penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampaidengan tahap akhir, setelah
ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.Berdasarkan
uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang
guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai
dalammengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan
menyenangkan,sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
Mencermati
upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, paraguru atau calon guru saat ini banyak
ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun
penelitian tindakan) sangat sulit menemukan
sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah
dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk
pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan
di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat
secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran
tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja
masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi
guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah
model pembelajaran yang telah ada.
B.
METODE
PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun
pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis
dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan
agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek,
yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang
sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan. CTL disebut
pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Menurut teori pembelajaran
kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta didik) memproses
informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam
benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada
di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan
mencari makna dari hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan pemahaman di atas,
menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus
dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempatkerja, sawah,
atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk
pintar-pintar memilih serta mendesain lingkungan belajar yang betul-betul
berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya,
ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/
ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara
aktif pemahamannya. Dalam linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan
hubungan bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks
dunia nyata; konsep diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta
menghubungkan. Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari tentang
konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan
bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena
panas atau terkena dingin. Atau kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar
konsep dasar ilmu alam dengan mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani
bercocok tanam dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari
pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur
segala sesuatu di alam semesta, yaitu:
1.
Prinsip Kesaling-bergantungan,
2.
Prinsip Diferensiasi,
3. Prinsip
Pengaturan Diri.
Prinsip
kesaling-bergantungan mengajarkan
bahwa segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling
berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para
pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan
siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip
kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling
mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan,
merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan
pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar
akademik yang tinggi.
Prinsip
diferensiasi merujuk pada
dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman,
perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa
untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing
individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak
untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Prinsip pengaturan diri menyatakan
bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri.
Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya.
Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif,
membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi
dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh
pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi,
kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan. Kembali ke konsep
tentang CTL.
Dalam pembelajaran kontekstual guru
dituntut membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih
berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Di sini guru hanya
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih
menekankan Student Centered daripada Teacher Centered. Menurut Depdiknas guru
harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori
yang akan dipelajari oleh siswa. 2) Memahami latar belakang dan pengalaman
hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari
lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan
mengkaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran
kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang
dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan
lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana
hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran
dan pelaksanaannya. Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi
pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran
penting. Yaitu:
1. Mengaitkan
Belajar dalam konteks pengalaman
hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan
konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian,
mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang
berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup
harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat,
peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu
mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian
berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
2. Mengalami
Belajar dalam konteks eksplorasi,
mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan
berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui
sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi
peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan
bentuk-bentuk penelitian aktif.
3. Menerapkan
Menerapkan konsep-konsep dan
informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan
suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat
memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan
4. Kerjasama
Belajar dalam konteks berbagi,
merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama
dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak
membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara
kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan
sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa
mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Oleh karena itu, sangat
penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
5. Mentransfer.
Belajar dalam konteks pengetahuan
yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah
dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar
dengan focus pada pemahaman bukan hapalan. Menurut Depdiknas untuk
penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu
konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya(Questioning),
masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling),
refleksi(reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic).
Adapaun penjelasannya
sebagai berikut:
1. Konstruktivisme(constructivism)
Kontruktivisme
merupakan landasan berpikir CTL,yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya,
yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan
merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual
Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari
observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan
(hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan
strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna
untuk : 1)menggali informasi, 2)menggali pemahaman siswa, 3)membangkitkan
respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,
5)mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada
sesuatu yang dikehendaki guru, 7)membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan
dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Konsep
masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil
kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari‘sharing’ antar teman,
antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tahu. Masyarakat belajar
tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat
dalamkomunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling).
Pemodelan
pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,mendemonstrasi bagaimana guru
menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar
siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari
luar.
6. Refleksi (Reflection).
Refleksi
merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.Realisasinya
dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi
yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic
Assessment).
Penialaian
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran
mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL,
gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan
bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar.Fokus penilaian adalah pada
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan
terhadap proses maupun hasil.
Kelebihan
& Kekurangan Contextual Teaching and Learning
1.
Kelebihan
Ø Pembelajaran menjadi lebih bermakna
dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi
materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak
akan mudah dilupakan.
Ø Pembelajaran lebih produktif dan
mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL
menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
2. Kekurangan/Kelemahan
Ø Guru lebih intensif dalam
membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai
pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan
pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai
instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah
pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
Ø Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar
dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi– strategi mereka
sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan
pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam proses
pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna,sehingga
seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran,
(2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran;
(5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akandipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan
harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah
tersebut.
Ada
tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model
lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian
kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning
(eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi,
inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam
belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan),
inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviuw, rangkuman, tindak
lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah
pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian
portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan
berbagai cara).
B. SARAN
Demikian
makalah metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning yang penulis buat,
mudah-mudahan dengan adanya makalah ini dapat berguna untuk semua yang
membacanya, terutama penulis. Kritik dan saran sangat dibutuhkan, karena dengan
kritik dan saran tersebut dapat membangun penulis agar didalam membuat makalah
berikutnya lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abin Syamsuddin, Makmun. 2003. Psikologi
Pendidikan.Bandung: Rosda Karya
Remaja.
Dedi Supriawan dan A. Benyamin
Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar
(DiktatKuliah). Bandung: FPTK-IKIP
Bandung.
Udin S. Winataputra. 2003.Strategi
Belajar Mengajar .
Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran;
Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Beda Strategi, Model, Pendekatan,
Metode, dan Teknik Pembelajaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar